Cast :
Clara and Andrew
Siang
ini begitu dingin bagi gadis yang sedang duduk manis didalam sebuah halte. Tak
ada yang menarik jika dilihat dari gadis itu. Ia sedang duduk dipinggiran halte
untuk sedikit menenangkan hatinya yang sedang sakit bercampur kesal.
“Bodoh!”
ucapnya tiba-tiba. Ia hanya berbicara pada dirinya sendiri. Karena memang
dihalte tersebut tak ada satupun yang mendengar lirihan gadis itu tadi.
Well,
sudah 1 jam lebih Clara – nama gadis itu- duduk dihalte bus tanpa melakukan
apapun. Ia hanya duduk terdiam disana sambil menundukan kepalanya kearah
sepatunya dan melihat kedua kakinya dengan tatapan hampa. Ia juga tidak tau apa
yang sedang ia lakukan sebenarnya. Ia merasa seperti gadis bodoh, ia merasa
dirinya benar-benar tidak berguna. Bahkan jika ia boleh berpikir, untuk apa ia
dilahirkan jika hidupnya hanya untuk disakiti?
Setitik
air jatuh ketangan Clara. Bukan, bukan karena gerimis ataupun hujan. Melainkan
Clara lah yang telah menyebabkan air itu jatuh kepunggung tangannya. Air itu
berasal dari kedua mata Clara. Ia menangis. Akhirnya Clara bisa meluapkan
kesesakan dihatinya dengan menangis. Mungkin inilah yang ia inginkan saat ini.
Hanya menangis, menangis dan menangis. Ia tak peduli dengan kata orang-orang
disekitarnya yang mengatainya gadis aneh atau gadis cengeng.
Isakan
Clara semakin terdengar, tangisan gadis itu semakin menjadi membuat wajah
putihnya memerah. Untung saja sebagian wajahnya tertutupi oleh syal yang tersangkut
dilehernya. Benda yang telah membuatnya hangat itu ternyata berguna juga disaat
seperti ini.
“Kalau
begini, aku ingin mati saja rasanya! Huhuhuhu…” katanya diiringi oleh
tangisannya.
“Mati
saja sana!” sahut orang yang berada disebelah kanan Clara. Clara menolehkan
kepalanya untuk melihat wajah orang itu. Siapa
pria ini? tanya Clara dalam hati. Ia memandang pria disebelahnya itu dengan
pandangan tidak suka. Pria itu terlihat seumuran dengan Clara. Ia cukup tampan
tapi sayangnya, Clara masih belum bisa melihat ketampanan pria itu.
“Si..siapa
kau?!” tanya Clara ketus. Jujur saja, ia tidak suka ada orang yang sedang
mengganggunya disaat-saat begini.
“Aku?
Aku orang yang terganggu oleh tangisanmu itu. Hei, kau tidak punya rumah ya?
Apa kau tidak punya tempat untuk menangis selain di halte? Kau tau tidak, kalau
orang-orang di halte ini terganggu karena tangisanmu” kata pria itu panjang
lebar, bukannya menjawab pertanyaan Clara. Pria itu malah memarahi Clara
seperti ini. Tingkat kekesalan Clara semakin bertambah karena pria bawel ini.
Clara
memandang tajam pria disebelahnya.
“Apa?
Kenapa melihatku begitu?” pria itu mulai risih dengan tatapan tajam Clara yang
menurutnya menyeramkan.
“Pergi
dari sini!!!!” Clara setengah berteriak mengusir pria itu.
“Pergi?
Kau menyuruhku pergi? Inikan tempat umum?!!”
“Pergi
atau aku akan membunuhmu!!” ancam Clara dengan tatapan pembunuhnya.
“Tidak
mau!” pria itu masih saja keukeuh tidak ingin pergi dari hadapan Clara. Baiklah,
mungkin ini salah satu cara untuk membuat pria menyebalkan itu pergi dari
hadapannya. Clara meraih tasnya sepertinya ia mengambil sesuatu. Namun tatapan
pembunuhnya masih tak bisa lepas dari pria itu.
“Bisakah
kau berhenti memandangku begitu?” suara pria itu menjadi sedikit lebih pelan.
Sepertinya ia juga sudah mulai takut dengan ekspresi Clara yang seperti ingin
memangsanya.
“Pergi
dari sini atau…”
“Atau
apa? Kau pikir aku takut denganmu?”
Mendengar
kata itu kemarahan Clara semakin menjadi.
Tiga…
Dua..
Satu..
Gunting. Gadis itu mengeluarkan sebuah benda
tajam dari tasnya dan benda itu adalah gunting! Pria yang sekarang berada
dihadapannya memelototkan matanya kaget.
Bagaimana bisa gadis yang tadi
cengeng menjadi ganas begini??!! Batin
pria itu.
“Wowowowow!
Apa yang mau kau lakukan?? Hei! Kau itu gila? Bodoh? Sinting? Atau apasih???”
Pria itu
sudah beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mundur ketakutan karena
melihat Clara yang menyodorkan gunting tajam itu kearahnya. Gunting itu bisa
saja melukai tubuhnya kan?
Clara
berjalan semakin mendekati pria itu, tatapan matanya semakin tajam. Ia
menggenggam erat gunting ditangan kanannya. Layakanya seorang pembunuh dalam
film-film pembunuhan.
“Oke,
aku tidak akan mengganggumu. Tapi bisakah kau turunkan benda itu, walaupun itu
benda biasa. Tapi bisa memberikan efek luar
biasa” ceplos pria itu pelan pelan. Ia mencoba merayu Clara agar gadis
itu merendahkan tingkat emosinya. Untung saja halte sudah sepi, jadi tidak ada
yang akan menghubungi polisi untuk menangkap Clara hanya
karena alasan konyol seperti itu.
“Hiyaaaaaaa”
teriak Clara lalu berlari kearah pria menyebalkan itu. “Waaaa!!!!” Pria itu
terkejut melihat Clara sedang berlari kearahnya.
Namun…
Hap!
Clara tetaplah seorang gadis remaja biasa,
bagaimanapun ia tak
akan bisa melawan kekuatan seorang pria.
“Hahaha”
pria itu tertawa setelah menangkap tangan kanan Clara yang sedang menggenggam
gunting. Iya, ia bisa menghentikan tindakan bodoh gadis itu.
“Kenapa
kau itu bodoh sekali sih? Aku yang belum mengenalmu saja bisa tau seberapa
bodohnya dirimu” ujar pria itu kemudian menggelengkan kepalanya. Ia masih
menggenggam tangan kanan Clara.
Pluk…
Akhirnya
gunting itupun terjatuh dari genggaman Clara. Pria yang belum dikenal oleh
Clara itupun menghembuskan nafas lega melihat benda itu jatuh kebawah. Ia
kembali menatap mata Clara yang kini berubah menjadi tatapan kosong kearah
gunting yang sudah jatuh itu. Tatapan Clara mulai sayu, pria itu bisa melihat mata
Clara mulai berkaca-kaca. Mungkin sedikit lagi Clara akan menangis.
Pria itu
melambaikan tangan kirinya didepan wajah Clara. Berharap gadis itu merespon.
“Hei, kau tidak apa-apa kan?” tanya pria itu. Ia sedikit khawatir. Bagaimana kalau gadis ini sedang kerasukan? Atau sakit? Atau stress?
“Hei, kau tidak apa-apa kan?” tanya pria itu. Ia sedikit khawatir. Bagaimana kalau gadis ini sedang kerasukan? Atau sakit? Atau stress?
Clara
mengarahkan pandangan matanya kearah pria itu. Sekarang Clara sedikit menyadari
bahwa pria menyebalkan dihadapannya ternyata lumayan tampan. Namun, Clara
seakan tidak bisa berkata apa-apa. Mulutnya terlalu susah untuk digerakan. Ia
kembali menundukan kepalanya melihat sepasang sepatu yang terpasang dikakinya.
Mungkin menurutnya lebih baik ia melihat sepatunya daripada melihat wajah
tampan pria menyebalkan itu.
“Kau mau
menangis ya?”
Clara
diam. Ia tidak tau harus jawab apa. Karena memang benar ia ingin menangis lagi.
Hanya ia terlalu malu untuk mengungkapkannya. Ia berusaha keras untuk menahan
air matanya agar tidak jatuh kepipinya.
Pria
menyebalkan itu tersenyum.
“Mau
meminjam bahuku untuk bersandar?” tawar pria itu. Clara menatap pria itu
sejenak. Kemudian melangkahkan kakinya sedikit untuk lebih dekat dengan pria
itu.
Dan
akhirnya Clara mengangguk. Mau tidak mau, ia harus menerima tawaran pria itu.
Ia tidak bisa menipu dirinya. Ia tidak bisa membohongi dirinya. Ia memang untuk
membutuhkan bahu untuk bersandar. Ia butuh seseorang yang berada disisinya
untuk melampiaskan emosi, kekesalannya dan kemarahannya. Mungkin saja, memang
pria itu sedang diutus untuk menjadi pelampiasan Clara saat ini.
Tanpa
pikir panjang, pria itu langsung menarik tubuh Clara kepelukannya. Namun Clara
sama sekali tidak menolak atau melawan. Ia benar-benar butuh seseorang untuk membuat hatinya
tenang. Tangisan Clara meledak begitu gadis itu menyandarkan bahu disana.
“Jangan
terlalu lama, kau membuat baju dan jaketku basah” ucap pria itu ditelinga
Clara. Clara diam, namun ia tersenyum kecil. Jika Clara boleh jujur, ia merasa
sedikit nyaman setelah pria menyebalkan ini memeluknya dan menyuruhnya menangis
habis-habisan. Well, Clara merasa dirinya jauh lebih baik dari sebelumnya.
Clara
melepaskan pelukannya, begitu juga pria itu.
“Sudah
jangan menangis lagi” ucap pria itu sambil menoyor kepala Clara dengan
bercanda. Ia merogoh kantung celananya dan memberikan sebuah sapu tangan kepada
Clara.
“Ini,
hapus air matamu. Orang pasti menyangka aku yang membuatmu menangis”
“Iya”
jawab Clara singkat sambil menerima pemberian dari pria itu.
“Ohya,
siapa namamu?” tanya pria menyebalkan itu pada Clara yang sibuk membersihkan
sisa air mata di pipinya.
“Clara”
jawab Clara singkat.
“Oh..
Clara, baiklah. Jujur saja, itu nama terjelek yang pernah kudengar” kata si
pria menyebalkan itu. Namun pria itu menambah kata “Aku bercanda” setelah
melihat tatapan tajam dari Clara.
“Siapa
namamu?” kali ini Clara yang bertanya “Andrew”
“Andrew?
Namamu keren kok” Clara berkomentar “Iya, aku tau itu” sahut Andrew dengan
segudang percaya dirinya. “Tapi itu tidak cocok untuk cowok culun sepertimu”
“What???
Culun? Apanya? Aku ini pria terkeren satu sekolah!”
“Hahaha!
Siapa yang bilang begitu? Pria di sekolahku jauh lebih keren darimu tauk!”
“Memang
kau sekolah dimana sih??” tanya Andrew sewot setelah mendengar pernyataan
Clara. Clara menunjukan sebuah lambang sekolahnya yang terpampang di blazer
hitamnya.
“California
High School! Tidak sembarang orang bisa masuk ke sekolahku. Kau tau?” sekarang
giliran Clara yang berkata dengan kata-kata bangganya.
“Cish..
tidak sembarangan orang apanya?” Andrew mencibir.
Mereka
terdiam sejenak. Andrew lah yang pertama kali membuka kata-kata diantara
mereka. “Bajuku basah” gerutu Andrew. “Terima saja, kau yang menyuruhku
menangis kan?”
“Jadi
sekarang kau sudah lega?”
“Hm,
sedikit”
“Sudah
merasa lebih baik?”
“Sedikit”
“Sudah
lebih lega belum?”
“Sedikit”
“Hei!
Kau tidak punya kata lain ya!!”
“Memang
itu yang ingin aku jawab!!”
Baiklah,
adu mulut diantara mereka kembali terjadi. Tapi walaupun begitu, entah kenapa
Andrew merasa berbeda ketika ia bersama gadis cengeng yang ada dihadapannya
ini.
“Aish..
yasudah lebih baik ikut aku saja” Andrew menyambar tangan Clara tanpa izin.
“Ehh!!
Mau kemana??” tanya Clara kaget ketika Andrew dengan sembarangan menarik
tangannya. Ia juga tidak mau sembarangan pergi dengan pria yang baru saja ia
kenal.
“Ikut
saja”
“Tenang
saja, aku tidak akan macam-macam padamu, lagipula aku sama sekali tidak
tertarik dengan gadis yang sama sekali tidak seksi sepertimu”
“What???”
***
Clara
memanyunkan bibirnya kesal, ia sedang duduk di ayunan ditengah taman. Ia sangat
bosan menunggu Andrew yang menghilang entah kemana sejak lima belas menit yang
lalu dan menyuruhnya menunggu dibangku itu.
Clara
sedikit terlonjak kaget ketika ia melihat sebuah tangan seseorang terulur
dengan sebuah ice cone rasa cokelat. “Ini” Andrew memberikan sebuah ice cream
cone cokelat kepada Clara. Jadi ini alasannya untuk menyuruh Clara menunggu.
“Apa
ini?” tanya Clara heran pada Andrew yang kini sudah duduk di ayunan
disampingnya.
“Itu kan
Ice cream, kau itu bodoh sekali sih!”
“Iya!
Aku tau ini ice cream. Ini untukku? Untuk dimakan kan?”
“Tidak,
kau boleh membuangnya kok”
“Yasudah
kalau begitu aku buang saja”
Andrew
kembali menoyor kepala Clara untuk yang kedua kalinya dan membuat gadis itu
kesal lagi.
“Dasar
gadis bodoh!” ejek Andrew kepada Clara.
“Baiklah,
lebih baik aku makan ice cream ini daripada mendengar ejekanmu yang tidak
penting itu”
“Hahaha”
Andrew tertawa kemudian ikut memakan ice cream miliknya, ice cream cone rasa
vanilla.
Mereka
berdua memakan ice cream dengan lahapnya. Apalagi Clara, ia memakan ice cream
cone itu dengan gerakan tidak santai. Seperti anak kecil yang baru saja diberikan
ice cream oleh orang tuanya. Andrew yang diam-diam sedang memerhatikan Clara
hanya bisa tersenyum. Baru kali ini ia melihat gadis berkepribadian aneh
begini. Ini adalah pertemuan pertamanya dengan Clara yang sangat tidak diduga.
Ia masih
memerhatikan gadis itu memakan ice creamnya. Manis dan lucu. Tanpa Andrew
sadari, ia sudah memperhatikan gadis itu selama lima menit lebih dan hampir
membuat ice cream yang ada ditangan kanannya meleleh.
“Ehem”
Andrew berdeham. Membuat perhatian Clara buyar dan menoleh kearah pria itu.
Andrew terlihat ingin mengatakan sesuatu.
“Kenapa?
Ada yang ingin kau katakan?” tanya Clara masih dengan menjilati ice creamnya.
“Eum.
Kalau boleh aku tau. Tadi kenapa kau menangis di halte? Apa ada masalah?” tanya Andrew yang tidak bisa menyembunyikan
rasa penasarannya. “Memangnya penting untukmu kalau aku menceritakannya?”
“Hm…
bisa jadi”
“Ha?
Bisa jadi?”
“Yasudah
ceritakan saja!”
Gadis
itu tiba-tiba menghentikan kegiatan memakan ice creamnya dan terdiam untuk
sesaat. Meyakinkan dirinya. Apakah ia benar-benar harus menceritakan hal itu
pada pria ini?
Setelah
berkutat beberapa detik dengan pikirannya. Akhirnya Clara menarik nafas
kemudian berkata
“Dia mengkhianatiku?” ucap Clara pelan.
“Dia mengkhianatiku?” ucap Clara pelan.
“Dia?
Dia siapa? Pacarmu?” Andrew mengangkat alisnya, tanda bahwa ia penasaran.
Clara
mengangguk. “Kenapa?”
“Dia
hanya menjadikanku bahan taruhan. Jika ia memacariku selama satu bulan, dia
akan mendapatkan mobil sedan warna hitam. Jahat sekali bukan? Wajar saja kan
kalau aku menangis begitu di halte! Semua pria itu sama saja!!!! Memang mereka
pikir aku tidak bisa balas dendam. Lihat saja nanti”
“Hm…tapi
tidak semua pria itu seperti yang kau bilang” kata Andrew menimpali.
“Ah. Aku
tidak percaya lagi~”
Hening
sejenak, Andrew mengangkat tubuhnya dari bangku taman dan berdiri dihadapan
Clara yang sudah selesai memakan ice creamnya.
Pria itu
mengulurkan tangannya kepada Clara dan membuat gadis itu menatapnya heran.
“Apa?”
“Ayo
kita jalan-jalan. Dan aku juga akan membuktikan kalau tidak semua pria seperti
yang kau bilang barusan”
Clara
menyipitkan matanya sejenak menatap Andrew.
“Mau
ikut tidak?”
“Setidaknya
aku ingin membuat suasana hatimu lebih baik agar bisa melupakan pria itu”
lanjut Andrew sedikit kesal.
Clara
tersenyum pada Andrew kemudian menyambut uluran tangan pria itu.
“Baiklah
aku mau, tapi kau harus menuruti apapun yang aku katakan dan perlakukan aku
sebagai puteri raja hari ini. Bagaimana?”
“With my
pleasure, princess” ucap Andrew mengikuti gaya seorang pelayan yang akan
melayani majikannya. Dan tingkahnya itu, mampu membuat Clara tertawa.
Well,
setidaknya Andrew sudah membuat Clara jauh lebih baik. Dan satu hal yang sama
sama mereka rasakan. Walaupun mereka berdua baru bertemu beberapa jam yang
lalu. Tak ada rasa kaku ataupun rasa risih diantara mereka berdua. Mereka bisa
tertawa lepas bersama, Andrew mengerti keadaan Clara dan Clara pun merasa
nyaman untuk berada didekatnya.
***
Sudah beberapa jam dan waktu berlalu tapi Andrew dan
Clara masih tetap berkeliaran di taman hiburan. Clara yg tadi sedih dan galau
kini keadaannya berbanding terbalik setelah ia bertemu dengan Andrew. Pria yang
baru ia temui beberapa jam yang lalu telah membuat suasana hatinya membaik.
Sangat membaik. Jujur saja, Clara sama sekali tidak pernah merasakan kenyamanan
yang begitu dalam saat ia bersama pria. Bahkan bersama kekasihnya atau mantan
kekasih ia tidak merasakan hal yang sama ketika ia bisa bersama Andrew.
"Andrew" Clara mengucapkan namanya ketika
mereka sedang berjalan disebuah trotoar di taman hiburan.
Mereka telah berkeliling tempat itu ssebanyak tiga
kali. Mereka berdua juga menaiki hampir semua wahana disana. Clara hanya
tersenyum ketika mengingat itu.
"Iya?" Andrew menoleh kearah Clara yg
berjalan disampingnya.
Dan mereka baru sadari, mereka jalan dengan
bergandengan. Tangan mereka saling bertautan. Tapi anehnya, Clara sama sekali
tidak melarang atau memberontak saat Andrew menggandeng tangannya. Karena ia
bisa merasakan, merasakan sesuatu yang ia butuhkan yang sekarang ada pada
Andrew. Andrew menularkan sebuah kehangatang pada telapak tangannya kepada
Clara. Clara merasa jauh lebih tenang.
"Terima kasih untuk hari ini" ucap Clara
menghentikan langkah kakinya.
"Sama sama. Aku kan sudah berjanji padamu untuk
membuatmu senang hari ini" balas Andrew. Clara tersenyum sangat manis.
Bukan sebuah senyuman tanda terima kasih ataupun senyuman paksaan. Itu adalah
senyuman yang tulus yang tergambar pada garis wajahnya. Hal yang bisa Andrew
lakukan adalah membalas senyuman Clara dengan senyuman tak kalah manisnya.
Mereka kembali melangkah keluar dari taman hiburan.
Setelah sampai dipintu gerbang. Langkah mereka terhenti, Clara dan Andrew
saling berhadapan.
"Well, sepertinya kita harus berpisah
disini" kata Andrew. Clara menundukan kepalanya sambil mengangguk. Seakan
menjelaskan bahwa ia tidak mau untuk berpisah dengan pria ini.
Andrew mengangkat dagu Clara agar ia bisa menatap mata
gadis dihadapannya itu. Agar Clara tak menundukan kepalanya lagi.
Andrew menatap mata gadis itu langsung. Tatapan yang
mempunyai arti, Clara pun tak bisa melukiskan bagaimana debar jantungnya saat
pria tampan dihadapannya menatapnya begitu dalam.
"Nice to meet you, Clara" ucap Andrew kepada
Clara. Ucapannya penuh dengan nada penekanan.
"Nice to meet you too, Andrew" balas Clara
tersenyum. “Apakah kita akan bertemu lagi?” kali ini Clara bertanya. Sebenarnya
ia masih mempunyai rasa gengsi untuk menanyakan ini pada Andrew.
Andrew melengkungkan senyumannya. Senyuman yang membuat
hati Clara begitu tenang dan begitu menyejukkan hatinya.
“Kalau kita berjodoh, kita pasti akan bertemu lagi” ujar
Andrew meyakinkan. “Jodoh?” Clara menaikkan alisnya. Andrew mengangguk.
“Iya” kata Andrew.
Mereka hening sejenak. Tak ada yang berani memecahkan
keheningan itu dari mereka berdua. Mungkin saja, diantara mereka tidak ada yang
berani untuk mengatakan selamat tinggal. Karena mereka takut akan berpisah dan
tidak akan bertemu lagi. Bukankah barusan Andrew bilang jika mereka jodoh
mereka akan bertemu. Tapi bagaimana jika kalian tidak berjodoh dan tak akan
bertemu lagi?
“Em, Clara... bisakah kau berjanji sesuatu padaku?”
Andrew mulai berkata serius. Clara mengernyit. “What’s that?”
“Dalam keadaan apapun, dalam kondisi apapun. Sebisa
mungkin tahan air matamu. Walaupun dunia atau kau sendiri pun tahu rasa didalam
hatimu itu sangat menyakitkan. Tapi, cobalah tampung air matamu. Jangan biarkan
orang-orang melihatmu sebagai gadis yang lemah. Aku tau kau kuat. Aku tau kau
bisa melakukannya. Dan jika kau tidak tahan dan ingin menangis. Menangislah
sekencang-kencangnya, tapi jangan sampai orang tahu kalau kau sedang menangis.
Mengerti?” pinta Andrew dengan menatap Clara dalam. Mata Clara mulai
berkaca-kaca. Ia hanya bisa mengangguk.
“Baiklah, sepertinya aku harus pergi.... selamat tinggal
cewek cengeng” kata Andrew mengucapkan selamat tinggal dengan cibiran di akhir
kalimat. Clara tertawa pendek. “Selamat tinggal cowok nyebelin” timpal Clara
menjulurkan lidahnya pada Andrew.
Andrew membalikan tubuhnya membelakangi Clara. Didepan
pintu gerbang taman hiburan ini mereka berpisah. Andrew yang melangkahkan kaki
berjalan menjauhi gadis itu yang masih menatap kepergiannya. Jujur saja, Andrew
sungguh sangat berat untuk melangkahkan kaki menjauhi Clara. Ia tidak tau
kenapa rasanya ia tidak mau untuk meninggalkan gadis itu sendiri.
“Good bye, my princess” ucap Andrew pelan. Tentu saja,
Clara sama sekali tak bisa mendengar. Jarak mereka sudah jauh.
Clara masih setia menatap punggung Andrew yang sudah
berjalan semakin menjauhinya. Matanya memerah dan pipinya kembali memanas.
Memang beberapa jam saat didalam taman hiburan ia sama sekali tidak merasakan
perih yang menusuk didadanya. Tapi saat ini, saat ia melihat punggung Andrew
yang berjalan menjauhinya membuatnya kembali teriris. Seakan luka yang sudah
menghilang kembali tumbuh lagi. Ia butuh Andrew berada disampingnya. Bukan
untuk tadi saja, tapi untuk sekarang, selanjutnya atau mungkin selamanya. Bodoh.
Iya, katakan saja Clara bodoh. Bisa dibilang sekarang ia sedang diperbudak oleh
perasaannya yang tak menentu. Jauh didasar hatinya, ia membutuhkan sosok
seperti Andrew. Jauh didasar hatinya, ia menyukai Andrew. Bukan karena pria itu
tampan tapi melainkan Andrew mempunyai sifat perhatian yang sangat dibutuhkan
oleh Clara.
Air mata kembali jatuh mengaliri pipinya yang sudah
memerah. “Aku kan tidak boleh menangis!” katanya menghapus setitik air matanya.
“Bodoh! Dia itu hanya pria tidak jelas Clara. Don’t be
stupid!” rutuknya sambil tertawa perih dan memukul kepalanya dengan kepalanya.
Sekarang Clara tersadar bahwa bayangan Andrew sudah pergi. Mungkin saja pria
itu sudah naik bus di halte dekat sana.
Clara tersenyum lagi. “Suatu saat kita akan bertemu lagi.
Pasti”
***
Matahari pagi menerbitkan sinarnya. Sinar yang dibutuhkan
oleh para penduduk dibumi untuk menjalani aktifitas mereka pagi ini. Cuaca yang
cerah dan suasanya yang mendukung untuk keluar. Tapi entah mengapa tidak bagi
Clara. Setelah kejadian yang terjadi di sekolahnya kemarin. Ia sama sekali
tidak ingin ke sekolah. Tempat yang saat ini tidak sedang ingin ia injak adalah
sekolah.
Sebenarnya, disamping itu semua pasti ada sesuatu yang
membuatnya malas untuk berangkat pagi ini. Yeah, salah satunya adalah ia tidak
mau bertemu dengan kekasihnya. Mantan kekasih lebih tepatnya.
Clara merapihkan blazer dan seragam sekolahnya ketika ia
sudah tiba didepan gerbang sekolahnya. Ia takut saat ia menginjakkan kaki
didalam, banyak gadis-gadis yang bercuap-cuap tidak jelas untuk mengejeknya.
Itu sangat tidak diinginkannya.
“Huff~ God bless me” ucapnya
Kakinya melangkah memasuki sekolahnya dengan mencoba
mengumpuli segudang percaya dirinya. Clara mencoba mengabaikan bisik-bisik
tentang dirinya yang tidak sengaja ia tangkap. Clara hanya menggeleng.
“Hiraukan saja”
Ia kembali berjalan santai menuju ruang kelasnya. Tapi
suatu hal yang tidak ia inginkan terjadi. Ia melihat sepasang kekasih sedang
memadu kasih didepan matanya. Sang gadis merangkulkan tangannya di leher si
pria dan pria itu mengelus dagu si gadis. Gila.
Ini masih pagi! Rutuk Clara dalam hati.
“Hallo honey~”
seorang pria berbadan tinggi tegap menghampirinya setelah melepaskan
rangkulan gadisnya. Benar. Pria ini adalah Leo, mantan kekasih Clara yang telah
membuat gadis itu menangis di halte kemarin. Clara menatap pria itu sinis.
“Siapa yang kau panggil honey?” tanya Clara sambil
bertelak pinggang. Ia mencoba menjadi gadis berani didepan Leo. Tidak seperti
biasanya yang hanya bisa mematuhi kata-kata Leo.
“Ofcourse it’s you. Do you miss me huh?” Leo semakin
mendekatkan tubuhnya kearah Clara. Ia memulai untuk meraih rambut curly milik
Clara. “No, I don’t!!” jawab Clara ketus. Karena memang itu yang ada di otak
Clara, ia sama sekali tidak merindukan Leo. Ia justru sudah sangat dengan pria
ini. Pria paling populer di sekolahnya. Tapi ternyata dia tak lebih dari
seorang playboy murahan.
“Baiklah aku tau kau marah padaku. Tapi bisakah kita-”
“No touching!” potong Clara saat Leo mulai meraih
dagunya. Well, ia tidak ingin disentuh oleh setan playboy ini.
“Hey, what’s wrong with you?? Aku ini kekasihmu dan aku
boleh melakukan apapun selama kau milikku”
“Oh please Leo~! Can you stop your word from your fucking
mouth!!!! We’re broken up!” bentak Clara kasar. Mendengar itu Leo mulai murka.
Ia mulai geram dengan kata-kata Clara. Kali ini Leo yang tersenyum sinis. Mata
Clara membalas tatapan sinis dari Leo. Kalau ia boleh jujur, ia sangat
ketakutan saat ini. For god sakes, ia butuh seseorang untuk menolongnya
sekarang. Dan jika ia boleh meminta, ia ingin ada Andrew berada disampingnya
untuk melindunginya. Tapi itu sangat tidak mungkin.
Leo kembali berusaha meraih tangan Clara namun Clara
lagi-lagi berkata. “No touching! I said it all the time Leo. Don’t you
understand huh?!!”
“Clara McKellens. That’s your name rite? Kuperintahkan
kau untuk kembali padaku!” kata Leo dengan nada memerintah.
“Hah.. you think who you are?! I won’t, sorry!” kata
Clara yang melangkahkan kaki beranjak dari tempat itu. Tingkat bad mood Clara
langsung menaik drastis.
Untuk kesekian kalinya, Clara memaki Leo. Leo kembali
kesal. Apa yang akan ia lakukan kali ini?
“Hey missy!!” panggil Leo pada Clara.
Beberapa detik setelah Leo memanggil Clara, terlihat
sebuah mobil jaguar berwarna hitam berhenti dihadapan mereka.
Oh~ mobil yang sangat amat keren! Belum pernah ada yang
mengendarai mobil sejenis ini ke sekolah mereka. Tentu saja, itu membuat seisi
sekolah menitikkan perhatiannya pada mobil itu termasuk Clara. Untuk melihat
siapa yang mengendarai mobil itu. Apakah ia murid sekolah ini juga?
Clara mengernyit heran.
Clara hampir lupa bagaimana caranya bernapas selama
beberapa detik setelah ia melihat seorang pria yang keluar dari jaguar hitam
itu.
“Andrew?” Clara membelalakan matanya. Andrew tersenyum
pada gadis itu lalu menghampirinya.
“Hallo.. lama tak bertemu denganmu” kata Andrew riang, ia
lalu merangkulkan tangannya dibahu Clara.
“Clara, who’s he?” tanya Leo yang berada didepan mereka.
Andrew mengerjapkan matanya lalu menatap Leo dari kaki hingga kepala.
“Ah~! You must be....Clara’s ex-boyfriend, rite?”
“What?”
“Yes, Clara told me about you yesterday. She said that
she was broke up with you”
Clara hanya bisa terdiam, tapi jauh didalam hatinya ia
senang. Kenapa Andrew bisa ada disini sekarang?
Clara, Andrew dan Leo sekarang sedang menjadi pusat
perhatian dari mereka seluruh penghuni sekolah. Para gadis-gadis sekarang
sedang iri dari Clara. Ia menjadi pusat perhatian dan dikelilingi oleh dua pria
keren di sekolah ini! Oh.. how lucky she is!
“Ah, aku ingin mengatakan sesuatu padamu Leo. Bisakah kau
jangan prnah mengganggu gadisku lagi.. now, she’s mine” ucap Andrew santai.
Sikap santainya yang sangat Clara suka sekarang ia keluarkan lagi. Clara
tersenyum saat mendengar Andrew mengatakan bahwa Clara miliknya.
“Aku ingin mengelilingi sekolah ini. Kau mau
mengantarku?” tanya Andrew pada Clara. Jarak wajah mereka hanya terpaut
beberapa centi saja.
“Um, ya” Clara mengangguk. Kemudian Andrew menarik tangan
gadis itu menjauh dari halaman sekolahnya, menjauh dari mata-mata orang yang
sedang memerhatikannya.
Clara membawa mereka kesebuah ruangan sepi di sekolah
mereka. Tak banyak orang yang lalu lalang disekitar sana.
“Jadi, ini kau?” tanya Clara tak percaya. Andrew
mengangguk. “Iya, memang kau pikir siapa?”
“Darimana kau tau aku bisa disini dan bagaimana bisa
kau...menjadi siswa di sekolah ini?”
“Hahahaha. Kau tidak boleh meremehkanku!” Andrew tertawa
puas. Clara hanya mencibirkan bibirnya.
“Aku senang kau disini” kata Clara jujur. “Ya, aku juga
senang bisa bersamamu”
“Well, disini kau tetap anak baru. Perlakukan aku dengan
baik okay?”
“Okay.. sebelum itu kita berkenalan dulu. Hello, My name
is Andrew Cosfild” kata Andrew sambil mengulurkan tangan kanannya. “Hello my
name is Clara McKellens”
Setelah itu mereka tertawa terbahak-bahak.
“Um, you said to Leo that i’m yours...........” tanya
Clara ragu-ragu, ia bingung bagaimana harus berkata. Ia takut ia terlalu
berharap. Ia tidak mau kalau ternyata Andrew hanya bersandiwara tadi.
“Yes, you’re mine”
“What?”
“You are mine Clara McKellens”
“Since when?”
“Since, i met you” ucap Andrew kemudian menarik Clara
kedalam pelukannya. “and there’s nothing to do, I Love You” kata Clara membalas
kata-kata Andrew. Andrew tersenyum dengan masih memeluk gadis itu.
“I Love You More”
***