Jumat, 27 April 2012

Since, I met you


Cast : Clara and Andrew

Siang ini begitu dingin bagi gadis yang sedang duduk manis didalam sebuah halte. Tak ada yang menarik jika dilihat dari gadis itu. Ia sedang duduk dipinggiran halte untuk sedikit menenangkan hatinya yang sedang sakit bercampur kesal.
“Bodoh!” ucapnya tiba-tiba. Ia hanya berbicara pada dirinya sendiri. Karena memang dihalte tersebut tak ada satupun yang mendengar lirihan gadis itu tadi.
Well, sudah 1 jam lebih Clara – nama gadis itu- duduk dihalte bus tanpa melakukan apapun. Ia hanya duduk terdiam disana sambil menundukan kepalanya kearah sepatunya dan melihat kedua kakinya dengan tatapan hampa. Ia juga tidak tau apa yang sedang ia lakukan sebenarnya. Ia merasa seperti gadis bodoh, ia merasa dirinya benar-benar tidak berguna. Bahkan jika ia boleh berpikir, untuk apa ia dilahirkan jika hidupnya hanya untuk disakiti?
Setitik air jatuh ketangan Clara. Bukan, bukan karena gerimis ataupun hujan. Melainkan Clara lah yang telah menyebabkan air itu jatuh kepunggung tangannya. Air itu berasal dari kedua mata Clara. Ia menangis. Akhirnya Clara bisa meluapkan kesesakan dihatinya dengan menangis. Mungkin inilah yang ia inginkan saat ini. Hanya menangis, menangis dan menangis. Ia tak peduli dengan kata orang-orang disekitarnya yang mengatainya gadis aneh atau gadis cengeng.
Isakan Clara semakin terdengar, tangisan gadis itu semakin menjadi membuat wajah putihnya memerah. Untung saja sebagian wajahnya tertutupi oleh syal yang tersangkut dilehernya. Benda yang telah membuatnya hangat itu ternyata berguna juga disaat seperti ini.
“Kalau begini, aku ingin mati saja rasanya! Huhuhuhu…” katanya diiringi oleh tangisannya.
“Mati saja sana!” sahut orang yang berada disebelah kanan Clara. Clara menolehkan kepalanya untuk melihat wajah orang itu. Siapa pria ini? tanya Clara dalam hati. Ia memandang pria disebelahnya itu dengan pandangan tidak suka. Pria itu terlihat seumuran dengan Clara. Ia cukup tampan tapi sayangnya, Clara masih belum bisa melihat ketampanan pria itu.
“Si..siapa kau?!” tanya Clara ketus. Jujur saja, ia tidak suka ada orang yang sedang mengganggunya disaat-saat begini.
“Aku? Aku orang yang terganggu oleh tangisanmu itu. Hei, kau tidak punya rumah ya? Apa kau tidak punya tempat untuk menangis selain di halte? Kau tau tidak, kalau orang-orang di halte ini terganggu karena tangisanmu” kata pria itu panjang lebar, bukannya menjawab pertanyaan Clara. Pria itu malah memarahi Clara seperti ini. Tingkat kekesalan Clara semakin bertambah karena pria bawel ini.
Clara memandang tajam pria disebelahnya.
“Apa? Kenapa melihatku begitu?” pria itu mulai risih dengan tatapan tajam Clara yang menurutnya menyeramkan.
“Pergi dari sini!!!!” Clara setengah berteriak mengusir pria itu.
“Pergi? Kau menyuruhku pergi? Inikan tempat umum?!!”
“Pergi atau aku akan membunuhmu!!” ancam Clara dengan tatapan pembunuhnya.
“Tidak mau!” pria itu masih saja keukeuh tidak ingin pergi dari hadapan Clara. Baiklah, mungkin ini salah satu cara untuk membuat pria menyebalkan itu pergi dari hadapannya. Clara meraih tasnya sepertinya ia mengambil sesuatu. Namun tatapan pembunuhnya masih tak bisa lepas dari pria itu.
“Bisakah kau berhenti memandangku begitu?” suara pria itu menjadi sedikit lebih pelan. Sepertinya ia juga sudah mulai takut dengan ekspresi Clara yang seperti ingin memangsanya.
“Pergi dari sini atau…”
“Atau apa? Kau pikir aku takut denganmu?”
Mendengar kata itu kemarahan Clara semakin menjadi.
Tiga…
Dua..
Satu..
 Gunting. Gadis itu mengeluarkan sebuah benda tajam dari tasnya dan benda itu adalah gunting! Pria yang sekarang berada dihadapannya memelototkan matanya kaget.
Bagaimana bisa gadis yang tadi cengeng menjadi ganas begini??!! Batin pria itu.
“Wowowowow! Apa yang mau kau lakukan?? Hei! Kau itu gila? Bodoh? Sinting? Atau apasih???”
Pria itu sudah beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mundur ketakutan karena melihat Clara yang menyodorkan gunting tajam itu kearahnya. Gunting itu bisa saja melukai tubuhnya kan?
Clara berjalan semakin mendekati pria itu, tatapan matanya semakin tajam. Ia menggenggam erat gunting ditangan kanannya. Layakanya seorang pembunuh dalam film-film pembunuhan.
“Oke, aku tidak akan mengganggumu. Tapi bisakah kau turunkan benda itu, walaupun itu benda biasa. Tapi bisa memberikan efek luar  biasa” ceplos pria itu pelan pelan. Ia mencoba merayu Clara agar gadis itu merendahkan tingkat emosinya. Untung saja halte sudah sepi, jadi tidak ada yang akan menghubungi polisi untuk menangkap Clara hanya karena alasan konyol seperti itu.
“Hiyaaaaaaa” teriak Clara lalu berlari kearah pria menyebalkan itu. “Waaaa!!!!” Pria itu terkejut melihat Clara sedang berlari kearahnya.

Namun…
Hap! Clara tetaplah seorang gadis remaja biasa, bagaimanapun ia tak akan bisa melawan kekuatan seorang pria.
“Hahaha” pria itu tertawa setelah menangkap tangan kanan Clara yang sedang menggenggam gunting. Iya, ia bisa menghentikan tindakan bodoh gadis itu.
“Kenapa kau itu bodoh sekali sih? Aku yang belum mengenalmu saja bisa tau seberapa bodohnya dirimu” ujar pria itu kemudian menggelengkan kepalanya. Ia masih menggenggam tangan kanan Clara.
Pluk…
Akhirnya gunting itupun terjatuh dari genggaman Clara. Pria yang belum dikenal oleh Clara itupun menghembuskan nafas lega melihat benda itu jatuh kebawah. Ia kembali menatap mata Clara yang kini berubah menjadi tatapan kosong kearah gunting yang sudah jatuh itu. Tatapan Clara mulai sayu, pria itu bisa melihat mata Clara mulai berkaca-kaca. Mungkin sedikit lagi Clara akan menangis.
Pria itu melambaikan tangan kirinya didepan wajah Clara. Berharap gadis itu merespon.
“Hei, kau tidak apa-apa kan?” tanya pria itu. Ia sedikit khawatir. Bagaimana kalau gadis ini sedang kerasukan? Atau sakit? Atau stress?
Clara mengarahkan pandangan matanya kearah pria itu. Sekarang Clara sedikit menyadari bahwa pria menyebalkan dihadapannya ternyata lumayan tampan. Namun, Clara seakan tidak bisa berkata apa-apa. Mulutnya terlalu susah untuk digerakan. Ia kembali menundukan kepalanya melihat sepasang sepatu yang terpasang dikakinya. Mungkin menurutnya lebih baik ia melihat sepatunya daripada melihat wajah tampan pria menyebalkan itu.
“Kau mau menangis ya?”
Clara diam. Ia tidak tau harus jawab apa. Karena memang benar ia ingin menangis lagi. Hanya ia terlalu malu untuk mengungkapkannya. Ia berusaha keras untuk menahan air matanya agar tidak jatuh kepipinya.
Pria menyebalkan itu tersenyum.
“Mau meminjam bahuku untuk bersandar?” tawar pria itu. Clara menatap pria itu sejenak. Kemudian melangkahkan kakinya sedikit untuk lebih dekat dengan pria itu.
Dan akhirnya Clara mengangguk. Mau tidak mau, ia harus menerima tawaran pria itu. Ia tidak bisa menipu dirinya. Ia tidak bisa membohongi dirinya. Ia memang untuk membutuhkan bahu untuk bersandar. Ia butuh seseorang yang berada disisinya untuk melampiaskan emosi, kekesalannya dan kemarahannya. Mungkin saja, memang pria itu sedang diutus untuk menjadi pelampiasan Clara saat ini.
Tanpa pikir panjang, pria itu langsung menarik tubuh Clara kepelukannya. Namun Clara sama sekali tidak menolak atau melawan. Ia benar-benar butuh seseorang untuk membuat hatinya tenang. Tangisan Clara meledak begitu gadis itu menyandarkan bahu disana.
“Jangan terlalu lama, kau membuat baju dan jaketku basah” ucap pria itu ditelinga Clara. Clara diam, namun ia tersenyum kecil. Jika Clara boleh jujur, ia merasa sedikit nyaman setelah pria menyebalkan ini memeluknya dan menyuruhnya menangis habis-habisan. Well, Clara merasa dirinya jauh lebih baik dari sebelumnya.
Clara melepaskan pelukannya, begitu juga pria itu.
“Sudah jangan menangis lagi” ucap pria itu sambil menoyor kepala Clara dengan bercanda. Ia merogoh kantung celananya dan memberikan sebuah sapu tangan kepada Clara.
“Ini, hapus air matamu. Orang pasti menyangka aku yang membuatmu menangis”
“Iya” jawab Clara singkat sambil menerima pemberian dari pria itu.
“Ohya, siapa namamu?” tanya pria menyebalkan itu pada Clara yang sibuk membersihkan sisa air mata di pipinya.
“Clara” jawab Clara singkat.
“Oh.. Clara, baiklah. Jujur saja, itu nama terjelek yang pernah kudengar” kata si pria menyebalkan itu. Namun pria itu menambah kata “Aku bercanda” setelah melihat tatapan tajam dari Clara.
“Siapa namamu?” kali ini Clara yang bertanya “Andrew”
“Andrew? Namamu keren kok” Clara berkomentar “Iya, aku tau itu” sahut Andrew dengan segudang percaya dirinya. “Tapi itu tidak cocok untuk cowok culun sepertimu”
“What??? Culun? Apanya? Aku ini pria terkeren satu sekolah!”
“Hahaha! Siapa yang bilang begitu? Pria di sekolahku jauh lebih keren darimu tauk!”
“Memang kau sekolah dimana sih??” tanya Andrew sewot setelah mendengar pernyataan Clara. Clara menunjukan sebuah lambang sekolahnya yang terpampang di blazer hitamnya.
“California High School! Tidak sembarang orang bisa masuk ke sekolahku. Kau tau?” sekarang giliran Clara yang berkata dengan kata-kata bangganya.
“Cish.. tidak sembarangan orang apanya?” Andrew mencibir.

Mereka terdiam sejenak. Andrew lah yang pertama kali membuka kata-kata diantara mereka. “Bajuku basah” gerutu Andrew. “Terima saja, kau yang menyuruhku menangis kan?”
“Jadi sekarang kau sudah lega?”
“Hm, sedikit”
“Sudah merasa  lebih baik?”
“Sedikit”
“Sudah lebih lega belum?”
“Sedikit”
“Hei! Kau tidak punya kata lain ya!!”
“Memang itu yang ingin aku jawab!!”
Baiklah, adu mulut diantara mereka kembali terjadi. Tapi walaupun begitu, entah kenapa Andrew merasa berbeda ketika ia bersama gadis cengeng yang ada dihadapannya ini.
“Aish.. yasudah lebih baik ikut aku saja” Andrew menyambar tangan Clara tanpa izin.
“Ehh!! Mau kemana??” tanya Clara kaget ketika Andrew dengan sembarangan menarik tangannya. Ia juga tidak mau sembarangan pergi dengan pria yang baru saja ia kenal.
“Ikut saja”
“Tenang saja, aku tidak akan macam-macam padamu, lagipula aku sama sekali tidak tertarik dengan gadis yang sama sekali tidak seksi sepertimu”
“What???”
***

Clara memanyunkan bibirnya kesal, ia sedang duduk di ayunan ditengah taman. Ia sangat bosan menunggu Andrew yang menghilang entah kemana sejak lima belas menit yang lalu dan menyuruhnya menunggu dibangku itu.
Clara sedikit terlonjak kaget ketika ia melihat sebuah tangan seseorang terulur dengan sebuah ice cone rasa cokelat. “Ini” Andrew memberikan sebuah ice cream cone cokelat kepada Clara. Jadi ini alasannya untuk menyuruh Clara menunggu.
“Apa ini?” tanya Clara heran pada Andrew yang kini sudah duduk di ayunan disampingnya.
“Itu kan Ice cream, kau itu bodoh sekali sih!”
“Iya! Aku tau ini ice cream. Ini untukku? Untuk dimakan kan?”
“Tidak, kau boleh membuangnya kok”
“Yasudah kalau begitu aku buang saja”
Andrew kembali menoyor kepala Clara untuk yang kedua kalinya dan membuat gadis itu kesal lagi.
“Dasar gadis bodoh!” ejek Andrew kepada Clara.
“Baiklah, lebih baik aku makan ice cream ini daripada mendengar ejekanmu yang tidak penting itu”
“Hahaha” Andrew tertawa kemudian ikut memakan ice cream miliknya, ice cream cone rasa vanilla.

Mereka berdua memakan ice cream dengan lahapnya. Apalagi Clara, ia memakan ice cream cone itu dengan gerakan tidak santai. Seperti anak kecil yang baru saja diberikan ice cream oleh orang tuanya. Andrew yang diam-diam sedang memerhatikan Clara hanya bisa tersenyum. Baru kali ini ia melihat gadis berkepribadian aneh begini. Ini adalah pertemuan pertamanya dengan Clara yang sangat tidak diduga.
Ia masih memerhatikan gadis itu memakan ice creamnya. Manis dan lucu. Tanpa Andrew sadari, ia sudah memperhatikan gadis itu selama lima menit lebih dan hampir membuat ice cream yang ada ditangan kanannya meleleh.
“Ehem” Andrew berdeham. Membuat perhatian Clara buyar dan menoleh kearah pria itu. Andrew terlihat ingin mengatakan sesuatu.
“Kenapa? Ada yang ingin kau katakan?” tanya Clara masih dengan menjilati ice creamnya.
“Eum. Kalau boleh aku tau. Tadi kenapa kau menangis di halte? Apa ada masalah?”  tanya Andrew yang tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. “Memangnya penting untukmu kalau aku menceritakannya?”
“Hm… bisa jadi”
“Ha? Bisa jadi?”
“Yasudah ceritakan saja!”
Gadis itu tiba-tiba menghentikan kegiatan memakan ice creamnya dan terdiam untuk sesaat. Meyakinkan dirinya. Apakah ia benar-benar harus menceritakan hal itu pada pria ini?
Setelah berkutat beberapa detik dengan pikirannya. Akhirnya Clara menarik nafas kemudian berkata
“Dia mengkhianatiku?” ucap Clara pelan.
“Dia? Dia siapa? Pacarmu?” Andrew mengangkat alisnya, tanda bahwa ia penasaran.
Clara mengangguk. “Kenapa?”
“Dia hanya menjadikanku bahan taruhan. Jika ia memacariku selama satu bulan, dia akan mendapatkan mobil sedan warna hitam. Jahat sekali bukan? Wajar saja kan kalau aku menangis begitu di halte! Semua pria itu sama saja!!!! Memang mereka pikir aku tidak bisa balas dendam. Lihat saja nanti”
“Hm…tapi tidak semua pria itu seperti yang kau bilang” kata Andrew menimpali.
“Ah. Aku tidak percaya lagi~”
Hening sejenak, Andrew mengangkat tubuhnya dari bangku taman dan berdiri dihadapan Clara yang sudah selesai memakan ice creamnya.
Pria itu mengulurkan tangannya kepada Clara dan membuat gadis itu menatapnya heran.
“Apa?”
“Ayo kita jalan-jalan. Dan aku juga akan membuktikan kalau tidak semua pria seperti yang kau bilang barusan”
Clara menyipitkan matanya sejenak menatap Andrew.
“Mau ikut tidak?”
“Setidaknya aku ingin membuat suasana hatimu lebih baik agar bisa melupakan pria itu” lanjut Andrew sedikit kesal.
Clara tersenyum pada Andrew kemudian menyambut uluran tangan pria itu.
“Baiklah aku mau, tapi kau harus menuruti apapun yang aku katakan dan perlakukan aku sebagai puteri raja hari ini. Bagaimana?”
“With my pleasure, princess” ucap Andrew mengikuti gaya seorang pelayan yang akan melayani majikannya. Dan tingkahnya itu, mampu membuat Clara tertawa.
Well, setidaknya Andrew sudah membuat Clara jauh lebih baik. Dan satu hal yang sama sama mereka rasakan. Walaupun mereka berdua baru bertemu beberapa jam yang lalu. Tak ada rasa kaku ataupun rasa risih diantara mereka berdua. Mereka bisa tertawa lepas bersama, Andrew mengerti keadaan Clara dan Clara pun merasa nyaman untuk berada didekatnya.

***
Sudah beberapa jam dan waktu berlalu tapi Andrew dan Clara masih tetap berkeliaran di taman hiburan. Clara yg tadi sedih dan galau kini keadaannya berbanding terbalik setelah ia bertemu dengan Andrew. Pria yang baru ia temui beberapa jam yang lalu telah membuat suasana hatinya membaik. Sangat membaik. Jujur saja, Clara sama sekali tidak pernah merasakan kenyamanan yang begitu dalam saat ia bersama pria. Bahkan bersama kekasihnya atau mantan kekasih ia tidak merasakan hal yang sama ketika ia bisa bersama Andrew.

"Andrew" Clara mengucapkan namanya ketika mereka sedang berjalan disebuah trotoar di taman hiburan.
Mereka telah berkeliling tempat itu ssebanyak tiga kali. Mereka berdua juga menaiki hampir semua wahana disana. Clara hanya tersenyum ketika mengingat itu.
"Iya?" Andrew menoleh kearah Clara yg berjalan disampingnya.
Dan mereka baru sadari, mereka jalan dengan bergandengan. Tangan mereka saling bertautan. Tapi anehnya, Clara sama sekali tidak melarang atau memberontak saat Andrew menggandeng tangannya. Karena ia bisa merasakan, merasakan sesuatu yang ia butuhkan yang sekarang ada pada Andrew. Andrew menularkan sebuah kehangatang pada telapak tangannya kepada Clara. Clara merasa jauh lebih tenang.

"Terima kasih untuk hari ini" ucap Clara menghentikan langkah kakinya.
"Sama sama. Aku kan sudah berjanji padamu untuk membuatmu senang hari ini" balas Andrew. Clara tersenyum sangat manis. Bukan sebuah senyuman tanda terima kasih ataupun senyuman paksaan. Itu adalah senyuman yang tulus yang tergambar pada garis wajahnya. Hal yang bisa Andrew lakukan adalah membalas senyuman Clara dengan senyuman tak kalah manisnya.

Mereka kembali melangkah keluar dari taman hiburan. Setelah sampai dipintu gerbang. Langkah mereka terhenti, Clara dan Andrew saling berhadapan.
"Well, sepertinya kita harus berpisah disini" kata Andrew. Clara menundukan kepalanya sambil mengangguk. Seakan menjelaskan bahwa ia tidak mau untuk berpisah dengan pria ini.
Andrew mengangkat dagu Clara agar ia bisa menatap mata gadis dihadapannya itu. Agar Clara tak menundukan kepalanya lagi.
Andrew menatap mata gadis itu langsung. Tatapan yang mempunyai arti, Clara pun tak bisa melukiskan bagaimana debar jantungnya saat pria tampan dihadapannya menatapnya begitu dalam.
"Nice to meet you, Clara" ucap Andrew kepada Clara. Ucapannya penuh dengan nada penekanan.
"Nice to meet you too, Andrew" balas Clara tersenyum. “Apakah kita akan bertemu lagi?” kali ini Clara bertanya. Sebenarnya ia masih mempunyai rasa gengsi untuk menanyakan ini pada Andrew.
Andrew melengkungkan senyumannya. Senyuman yang membuat hati Clara begitu tenang dan begitu menyejukkan hatinya.
“Kalau kita berjodoh, kita pasti akan bertemu lagi” ujar Andrew meyakinkan. “Jodoh?” Clara menaikkan alisnya. Andrew mengangguk.
“Iya” kata Andrew.
Mereka hening sejenak. Tak ada yang berani memecahkan keheningan itu dari mereka berdua. Mungkin saja, diantara mereka tidak ada yang berani untuk mengatakan selamat tinggal. Karena mereka takut akan berpisah dan tidak akan bertemu lagi. Bukankah barusan Andrew bilang jika mereka jodoh mereka akan bertemu. Tapi bagaimana jika kalian tidak berjodoh dan tak akan bertemu lagi?
“Em, Clara... bisakah kau berjanji sesuatu padaku?” Andrew mulai berkata serius. Clara mengernyit. “What’s that?”
“Dalam keadaan apapun, dalam kondisi apapun. Sebisa mungkin tahan air matamu. Walaupun dunia atau kau sendiri pun tahu rasa didalam hatimu itu sangat menyakitkan. Tapi, cobalah tampung air matamu. Jangan biarkan orang-orang melihatmu sebagai gadis yang lemah. Aku tau kau kuat. Aku tau kau bisa melakukannya. Dan jika kau tidak tahan dan ingin menangis. Menangislah sekencang-kencangnya, tapi jangan sampai orang tahu kalau kau sedang menangis. Mengerti?” pinta Andrew dengan menatap Clara dalam. Mata Clara mulai berkaca-kaca. Ia hanya bisa mengangguk.  
“Baiklah, sepertinya aku harus pergi.... selamat tinggal cewek cengeng” kata Andrew mengucapkan selamat tinggal dengan cibiran di akhir kalimat. Clara tertawa pendek. “Selamat tinggal cowok nyebelin” timpal Clara menjulurkan lidahnya pada Andrew.
Andrew membalikan tubuhnya membelakangi Clara. Didepan pintu gerbang taman hiburan ini mereka berpisah. Andrew yang melangkahkan kaki berjalan menjauhi gadis itu yang masih menatap kepergiannya. Jujur saja, Andrew sungguh sangat berat untuk melangkahkan kaki menjauhi Clara. Ia tidak tau kenapa rasanya ia tidak mau untuk meninggalkan gadis itu sendiri.
“Good bye, my princess” ucap Andrew pelan. Tentu saja, Clara sama sekali tak bisa mendengar. Jarak mereka sudah jauh.
Clara masih setia menatap punggung Andrew yang sudah berjalan semakin menjauhinya. Matanya memerah dan pipinya kembali memanas. Memang beberapa jam saat didalam taman hiburan ia sama sekali tidak merasakan perih yang menusuk didadanya. Tapi saat ini, saat ia melihat punggung Andrew yang berjalan menjauhinya membuatnya kembali teriris. Seakan luka yang sudah menghilang kembali tumbuh lagi. Ia butuh Andrew berada disampingnya. Bukan untuk tadi saja, tapi untuk sekarang, selanjutnya atau mungkin selamanya. Bodoh. Iya, katakan saja Clara bodoh. Bisa dibilang sekarang ia sedang diperbudak oleh perasaannya yang tak menentu. Jauh didasar hatinya, ia membutuhkan sosok seperti Andrew. Jauh didasar hatinya, ia menyukai Andrew. Bukan karena pria itu tampan tapi melainkan Andrew mempunyai sifat perhatian yang sangat dibutuhkan oleh Clara.
Air mata kembali jatuh mengaliri pipinya yang sudah memerah. “Aku kan tidak boleh menangis!” katanya menghapus setitik air matanya.
“Bodoh! Dia itu hanya pria tidak jelas Clara. Don’t be stupid!” rutuknya sambil tertawa perih dan memukul kepalanya dengan kepalanya. Sekarang Clara tersadar bahwa bayangan Andrew sudah pergi. Mungkin saja pria itu sudah naik bus di halte dekat sana.
Clara tersenyum lagi. “Suatu saat kita akan bertemu lagi. Pasti”
***

Matahari pagi menerbitkan sinarnya. Sinar yang dibutuhkan oleh para penduduk dibumi untuk menjalani aktifitas mereka pagi ini. Cuaca yang cerah dan suasanya yang mendukung untuk keluar. Tapi entah mengapa tidak bagi Clara. Setelah kejadian yang terjadi di sekolahnya kemarin. Ia sama sekali tidak ingin ke sekolah. Tempat yang saat ini tidak sedang ingin ia injak adalah sekolah.
Sebenarnya, disamping itu semua pasti ada sesuatu yang membuatnya malas untuk berangkat pagi ini. Yeah, salah satunya adalah ia tidak mau bertemu dengan kekasihnya. Mantan kekasih lebih tepatnya.
Clara merapihkan blazer dan seragam sekolahnya ketika ia sudah tiba didepan gerbang sekolahnya. Ia takut saat ia menginjakkan kaki didalam, banyak gadis-gadis yang bercuap-cuap tidak jelas untuk mengejeknya. Itu sangat tidak diinginkannya.
“Huff~ God bless me” ucapnya
Kakinya melangkah memasuki sekolahnya dengan mencoba mengumpuli segudang percaya dirinya. Clara mencoba mengabaikan bisik-bisik tentang dirinya yang tidak sengaja ia tangkap. Clara hanya menggeleng. “Hiraukan saja”
Ia kembali berjalan santai menuju ruang kelasnya. Tapi suatu hal yang tidak ia inginkan terjadi. Ia melihat sepasang kekasih sedang memadu kasih didepan matanya. Sang gadis merangkulkan tangannya di leher si pria dan pria itu mengelus dagu si gadis. Gila. Ini masih pagi! Rutuk Clara dalam hati.
“Hallo honey~”  seorang pria berbadan tinggi tegap menghampirinya setelah melepaskan rangkulan gadisnya. Benar. Pria ini adalah Leo, mantan kekasih Clara yang telah membuat gadis itu menangis di halte kemarin. Clara menatap pria itu sinis.
“Siapa yang kau panggil honey?” tanya Clara sambil bertelak pinggang. Ia mencoba menjadi gadis berani didepan Leo. Tidak seperti biasanya yang hanya bisa mematuhi kata-kata Leo.
“Ofcourse it’s you. Do you miss me huh?” Leo semakin mendekatkan tubuhnya kearah Clara. Ia memulai untuk meraih rambut curly milik Clara. “No, I don’t!!” jawab Clara ketus. Karena memang itu yang ada di otak Clara, ia sama sekali tidak merindukan Leo. Ia justru sudah sangat dengan pria ini. Pria paling populer di sekolahnya. Tapi ternyata dia tak lebih dari seorang playboy murahan.
“Baiklah aku tau kau marah padaku. Tapi bisakah kita-”
“No touching!” potong Clara saat Leo mulai meraih dagunya. Well, ia tidak ingin disentuh oleh setan playboy ini.
“Hey, what’s wrong with you?? Aku ini kekasihmu dan aku boleh melakukan apapun selama kau milikku”
“Oh please Leo~! Can you stop your word from your fucking mouth!!!! We’re broken up!” bentak Clara kasar. Mendengar itu Leo mulai murka. Ia mulai geram dengan kata-kata Clara. Kali ini Leo yang tersenyum sinis. Mata Clara membalas tatapan sinis dari Leo. Kalau ia boleh jujur, ia sangat ketakutan saat ini. For god sakes, ia butuh seseorang untuk menolongnya sekarang. Dan jika ia boleh meminta, ia ingin ada Andrew berada disampingnya untuk melindunginya. Tapi itu sangat tidak mungkin.
Leo kembali berusaha meraih tangan Clara namun Clara lagi-lagi berkata. “No touching! I said it all the time Leo. Don’t you understand huh?!!”
“Clara McKellens. That’s your name rite? Kuperintahkan kau untuk kembali padaku!” kata Leo dengan nada memerintah.
“Hah.. you think who you are?! I won’t, sorry!” kata Clara yang melangkahkan kaki beranjak dari tempat itu. Tingkat bad mood Clara langsung menaik drastis.
Untuk kesekian kalinya, Clara memaki Leo. Leo kembali kesal. Apa yang akan ia lakukan kali ini?
“Hey missy!!” panggil Leo pada Clara.
Beberapa detik setelah Leo memanggil Clara, terlihat sebuah mobil jaguar berwarna hitam berhenti dihadapan mereka.
Oh~ mobil yang sangat amat keren! Belum pernah ada yang mengendarai mobil sejenis ini ke sekolah mereka. Tentu saja, itu membuat seisi sekolah menitikkan perhatiannya pada mobil itu termasuk Clara. Untuk melihat siapa yang mengendarai mobil itu. Apakah ia murid sekolah ini juga?
Clara mengernyit heran.
Clara hampir lupa bagaimana caranya bernapas selama beberapa detik setelah ia melihat seorang pria yang keluar dari jaguar hitam itu.
“Andrew?” Clara membelalakan matanya. Andrew tersenyum pada gadis itu lalu menghampirinya.
“Hallo.. lama tak bertemu denganmu” kata Andrew riang, ia lalu merangkulkan tangannya dibahu Clara.
“Clara, who’s he?” tanya Leo yang berada didepan mereka. Andrew mengerjapkan matanya lalu menatap Leo dari kaki hingga kepala.
“Ah~! You must be....Clara’s ex-boyfriend, rite?”
“What?”
“Yes, Clara told me about you yesterday. She said that she was broke up with you” 
Clara hanya bisa terdiam, tapi jauh didalam hatinya ia senang. Kenapa Andrew bisa ada disini sekarang?
Clara, Andrew dan Leo sekarang sedang menjadi pusat perhatian dari mereka seluruh penghuni sekolah. Para gadis-gadis sekarang sedang iri dari Clara. Ia menjadi pusat perhatian dan dikelilingi oleh dua pria keren di sekolah ini! Oh.. how lucky she is!
“Ah, aku ingin mengatakan sesuatu padamu Leo. Bisakah kau jangan prnah mengganggu gadisku lagi.. now, she’s mine” ucap Andrew santai. Sikap santainya yang sangat Clara suka sekarang ia keluarkan lagi. Clara tersenyum saat mendengar Andrew mengatakan bahwa Clara miliknya.
“Aku ingin mengelilingi sekolah ini. Kau mau mengantarku?” tanya Andrew pada Clara. Jarak wajah mereka hanya terpaut beberapa centi saja.
“Um, ya” Clara mengangguk. Kemudian Andrew menarik tangan gadis itu menjauh dari halaman sekolahnya, menjauh dari mata-mata orang yang sedang memerhatikannya.
Clara membawa mereka kesebuah ruangan sepi di sekolah mereka. Tak banyak orang yang lalu lalang disekitar sana.
“Jadi, ini kau?” tanya Clara tak percaya. Andrew mengangguk. “Iya, memang kau pikir siapa?”
“Darimana kau tau aku bisa disini dan bagaimana bisa kau...menjadi siswa di sekolah ini?”
“Hahahaha. Kau tidak boleh meremehkanku!” Andrew tertawa puas. Clara hanya mencibirkan bibirnya.
“Aku senang kau disini” kata Clara jujur. “Ya, aku juga senang bisa bersamamu”
“Well, disini kau tetap anak baru. Perlakukan aku dengan baik okay?”
“Okay.. sebelum itu kita berkenalan dulu. Hello, My name is Andrew Cosfild” kata Andrew sambil mengulurkan tangan kanannya. “Hello my name is Clara McKellens”
Setelah itu mereka tertawa terbahak-bahak.
“Um, you said to Leo that i’m yours...........” tanya Clara ragu-ragu, ia bingung bagaimana harus berkata. Ia takut ia terlalu berharap. Ia tidak mau kalau ternyata Andrew hanya bersandiwara tadi.
“Yes, you’re mine”
“What?”
“You are mine Clara McKellens”
“Since when?”
“Since, i met you” ucap Andrew kemudian menarik Clara kedalam pelukannya. “and there’s nothing to do, I Love You” kata Clara membalas kata-kata Andrew. Andrew tersenyum dengan masih memeluk gadis itu.
“I Love You More”
***